Kamis, 23 Desember 2010

KTI-ku BAB I


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kenakalan remaja dapat menyebabkan perilaku menyimpang. Kenakalan remaja merupakan suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial yang tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak (Notok, 2007). Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja dapat berupa minum minuman keras, merokok, mencuri, ugal-ugalan, perkelahian, pemerkosaan, berjudi, berhubungan seksual, dan kecanduan obat-obatan terlarang. Kenakalan remaja sebagian besar dapat terjadi karena pengaruh dari lingkungan keluarga.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, menurut hasil penelitian yang di lakukan  Woolfolk yang di kutip Yusuf (2006) menemukan bahwa bahwa 80% remaja pria dan 75% remaja wanita pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah, 90% remaja kecanduan alkohol, 3% dari semua penderita AIDS adalah remaja yang berusia di bawah 21 tahun, dan peristiwa bunuh diri di kalangan remaja berusia 15-24 tahun semakin meningkat. Sedangkan di Negara berkembang seperti Indonesia terjadi 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja. Selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281 orang. UNICEF Indonesia menyebut angka 30 % dari 40-150.000, dan Irwanto menyebutkan angka 87.000 pelacur anak atau 50 % dari total penjaja seks (Wahyuningsih, 2006). Di jawa timur khususnya kota Surabaya dan sekitarnya tahun 2007 sebanyak 25 anak terlibat curat dan 23 anak terlibat pencurian biasa, 16 anak terlibat perjudian. Total ada 64 anak terlibat kejahatan selama tahun 2007 (Syahardiantono, 2008). Di Ngawi dari data yang diperoleh dari POLRES Ngawi pada tahun 2008 didapatkan sebanyak 10 anak terlibat curanmor, 6 anak terlibat perjudian, dan 6 anak terlibat dalam pornografi. Di Kecamatan Padas data yang diperoleh dari POLSEK Padas didapatkan sebanyak 14 anak terlibat miras, 6 anak terlibat tawuran. Di RW 1 Desa Padas Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi. Dari hasil studi pendahuluan tanggal 21 Januari 2009 dengan 10 remaja dengan usia 12-18 tahun di dapatkan bahwa 4 remaja mengatakan pernah melakukan kenakalan seperti mencuri, berjudi, merokok, minum- minuman keras, membolos, dan berkelahi. Sedangkan 6 remaja tidak pernah melakukan kenakalan.
Kenakalan remaja yang dilakukan oleh anak-anak, para remaja, dan adolesens itu pada umumnya merupakan produk dari konstitusi defektif mental orang tua, anggota keluarga dan lingkungan tetangga dekat, di tambah dengan nafsu primitive dan agresivitas yang tidak terkendali. Semua itu mempengaruhi mental dan kehidupan perasaan anak-anak muda yang belum matang dan sangat labil. Di kemudian hari proses ini berkembang menjadi bentuk defektif secara mental sebagai akibat dari proses pengkondisian oleh lingkungan sosial yang buruk (Kartono, 2006). Kurangnya komunikasi dalam keluarga akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja, anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orang tua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya (Ascco, 2008).
Upaya untuk menurunkan angka kenakalan remaja, peran keluargalah yang sangat diperlukan karena keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam melakukukan proses sosialisasi pada pribadi anak. Di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta-kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Sehingga keluarga harus bisa memberikan contoh atau figur yang baik pada anak dengan memberikan pendidikan formal maupun agama sejak dini. Demikian juga orang tua hendaknya memahami bagaimana perilaku anaknya, kebiasaan sehari-hari atau berkumpul, demikian juga keharmonisan keluarga serta adanya peran masyarakat dapat mempengaruhi (Kartono, 2006). Meningkatkan komunikasi dalam keluarga juga merupakan suatau cara untuk mencegah kenakalan pada remaja karena komunikasi merupakan suatu proses yang pertukaran ide, perasaan dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku (Damaiyanti, 2008).

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu : “Bagaimanakah Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Cara Komunikasi Dalam Mencegah Kenakalan Remaja Usia 12-18 Tahun Di RW 1 Desa Padas Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi?”.

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1   Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang cara komunikasi dalam mencegah kenakalan remaja.
1.3.2   Tujuan Khusus
1.      Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang pengertian komunikasi.
2.      Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang cara komunikasi informatif.
3.      Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang cara komunikasi persuasif.
4.      Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang cara komunikasi instruktif atau koersif.

1.4     Manfaat Penelitian
1.4.1   Bagi Institusi
Secara akademik akan menambah referensi bagi mahasiswa tentang pengetahuan orang tua tentang fungsi komunikasi dalam mencegah kenakalan remaja.
1.4.2   Bagi Peneliti
Merupakan suatu pengalaman dalam melakukan penelitian dan membuat karya tulis ilmiah.
1.4.3   Bagi Peneliti Berikutnya
Merupakan acuan untuk peneliti selanjutnya yang lebih mendalam.
1.4.4   Bagi Responden
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi / pengetahuan tentang pentingnya pengetahuan orang tua tentang cara komunikasi dalam mencegah kenakalan remaja.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
            Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
2.1.2   Tingkat Pengetahuan
1.    Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima.
2.    Memahami (Comprehension)
 Diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara luas.

3.    Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi kondisi nyata.
4.    Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.    Sintesis (Synthesis)
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6.    Evaluasi (Evaluation)
Ini berkitan dengan kemampuan untuk menlakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.3   Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Menurut Wahid, dkk (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan sebagai berikut :
1.  Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidkan seseorang semakin mudah pula mereka menerima inforamsi yang dimilikinya. Sebaliknya jika tingkat  pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2.    Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.  Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan. Pertama, perubahan ukuran, kedua, proporsi, ketiga, hilangya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya cirri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikolgis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4.  Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5.  Pengalaman
Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berintaksi denga lingkungannya. Ada keenderungan pengalaman yang kurang baik seeorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
6.  Kebudayaan lingkungan sekitar
   Kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan sikap kita.
7.  Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.
2.2. Orang Tua
2.2.1 Pengertian
Orang tua yaitu setiap, orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga yang ada dalam penghidupannya  sehar – hari lazi disebut bapak atau ibu. Mereka inilah yang terutama dan utama memegang peanan dalam kelangsungan hidup rumah tangga dan keluarga    ( Nasution, 1998 ).



2.2.2   Fungsi Orang Tua
1.      Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
2.      Asuh, adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan peawatan anak agar kesehataannya selalu terjaga terpelihara sehingga diharapkan menjadikan mereka anak – anak yang sehat fisik, mental sosial dan spiritual.
3.      Asah, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak sehingga siap menjadi dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
2.2.3   Tanggung jawab Orang Tua 
1.      Mengasuh Anak
                      Salah satu nilai keluarga yang penting adalah menganggap keluarga sebagai tempat untuk memperoleh kehangatan, dukungan, dorongan, cinta dan penerimaan. Sebuah prasyarat untuk mencapai saling mengasuh adalah komitmen dasar masing – masing pasangan dari hubungan perkawinan yang secara emosional terpelihara. Pemberian asuhan ( pola asuh ), berarti pola pemberian perilaku yang dapat menjamin pertumbuhan dan kesehatan anak, secara wajar dan memiliki kesehatn yang menggembirakan tanpa asuhan yang sehat. (Nasution,1998 ).


2.      Membimbing anak
                        Setiap orang tua  berkewajiban untuk memberikan bimbingan kepada anak  sebab bimbingan yang akan menentukan masa depan anak. Dengan bimbingan yang baik kepada seorang anak akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak secara wajar. Sehingga segala potensi yang masih terpendam dalam dirinya akan diungkapkan ( Nasution, 1998 ).
3.      Mengarahkan pergaulan anak
                        Pergaulan anak diarahkan oleh orang tuanya dengan tujuan anak dapat memilih hal – hal yang perlu diambil dari pergaulan dibutuhakan pengertian yang ditanamkan pada anak melalui tindakan aktif, misalnya mendorong anak untuk memasuki kelompok yang dinilai baik sebaliknya menghindarkan anak dari kelompok yang dinilai tidak baik. Dengan demikian pergaulan anak tidak sampai memberikan pengaruh negative pada pertumbuhan dan perkembangan anak. ( Nasution, 1998).
     2.3 Komunikasi
     2.3.1 Pengertian
Kata komunikasi berasal dari bahasa latin Coomunicare yang berarti berpatisipasi atau memberitahukan. Menurut Suryani (2006) komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Sedangkan menurut Damaiyanti (2008) komunikasi adalah suatu proses pertukaran ide, perasan dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku. Secara umum komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal, symbol, informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan adanya perubahan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Mundakir, 2006).
2.3.2 Fungsi Komunikasi
Dalam aktifitas keseharian, fungsi komunikasi sangat-sangat luas dan menyentuh pada banyak aspek kehidupan. Beberapa fungsi komunikasi menurut Mundakir (2006) antara lain :
1.      Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komtentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
2.      Sosialisasi
Dengan komunikasi, sesuatu yang ingin disampaikan dapat disebarluaskan ke masyarakat luas. Fungsi sosialisasi ini sangat efektif bila dilakukan dengan pendekatan yang tepat, misalnya komunikasi massa baik langsung maupun tidak langsung (melalui media).
3.      Motivasi
Proses komunikasi yang dilakukan secara persuasive dan argumentative dapat berfungsi sebagai penggerak semangat, pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh komunikator.
4.      Perdebatan dan diskusi
Suatu permasalahan yang masih kontroversial atau polemik  dalam hubungan dengan masalah-masalah publik dapat dibahas dan diselesaikan dengan menggunakan komunikasi yang intens baik melalui debat maupun diskusi.
5.      Pendidikan
Proses pengalihan (transformasi) ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk ketrampilan dan kemahiran dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif.
6.      Memajukan kehidupan
Contoh dari fungsi komunikasi ini adalah menyebar kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, membuat leaflet, booklet atau sejenisnya yang berisi tentang bagaimana hidup sehat, membangun imajinasi dan mendorong kreatifitas dan kebutuhan estetika dan lain-lain.

7.      Hiburan
Dunia entertainment telah banyak muncul dari produk komunikasi, misalnya lawak, menyanyi, drama, sastra, seni dan lain-lain.
8.      Integrasi
Adanya kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi dan pesan yang diperlukan dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, berperilaku dan berpola fikir serta sebagai sarana untuk menghargai dan memahami pandangan orang lain dapat diperoleh dari komunikasi yang dilakukan.
2.3.4 Komponen Dalam Komunikasi
            Menurut Potter dan Perry yang di kutip Damaiyanti (2008), komponen  dalam komunikasi di bagi sebagai berikut :
1.      Komunikator : penyampaian informasi atau sumber informasi.
2.      Komunikan : penerima informasi atau memberi respon terhadap stimulus yang disampaikan oleh komunikator.
3.      Pesan : gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau stimulus yang disampaikan.
4.      Media komunikasi : saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.
5.      Kegiatan “encoding” : perumusan pesan oleh komunikator sebelum disampaikan kepada komunikan.
6.      Kegiatan “decoding” : penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima pesan.
2.3.5   Tingkatan Komunikasi
1.      Komunikasi Intrapersonal 
Komunikasi Intrapersonal adalah proses berpikir pada diri sendiri, keyakinan, perasaan dan berbicara pada diri sendiri tentang kesehatan diri sendiri. Komunikasi ini sangat penting terutama pada tenaga kesehatan sebagai role model dalam perilaku hidup sehat.
2.      Komunikasi Interpersonal
Adalah proses komunikasi langsung antara profesional-profesional dan profesional klien komunikasi ini biasanya dalam bentuk dialog, meskipun kondisi tertentu juga terjadi secara monolog.
3.      Komunikasi Kelompok
Komunikasi yang terjadi dengan melibatkan lebih dari tiga orang. Komunikasi ini biasanya dalam bentuk diskusi dan saling mengenal. Komunikasi ini juga dapat terjadi dengan sifat anggota kelompok yang relatif homogen, misalnya komunikasi dengan kelompok remaja, usia lanjut, pengajian ibu-ibu, dan sebagainya.
4.      Komunikasi Publik
Adalah proses komunikasi yang dilakukan dihadapan orang banyak, baik secara aktif maupun pasif.
5.      Komunikasi Organisasi
Komunikasi yang terjadi didalam organisasi maupun antar-anggota yang dapat bersifat formal maupun non-formal. Komunikasi ini melibatkan komunikasi intrapribadi, interpribadi, kelompok, kadang-kadang melibatkan komunikasi publik.
6.      Komunikasi Massa
Komunikasi yang melibatkan jumlah komunikan yang banyak, tersebar dalam area geografis, yang luas, heterogen, namun punya perhatian dan minat terhadap isu yang sama (Mundakir, 2006).
2.3.6 Karakteristik Dasar Komunikasi
Untuk memperoleh keefektifan komunikasi, seseorang harus memperhatikan beberapa karakteristik dasar berikut ini, antara lain :
1.         Komunikasi membutuhkan lebih dari dua orang yang akan menentukan tingkat hubungan dengan orang lain.
2.         Komunikasi terjadi secara berkesinambungan dan terjadi hubungan timbal balik
3.         Proses komunikasi dapat melalui komunikasi verbal dan nonverbal yang bisa terjadi secara simultan.
4.         Dalam berkomunikasi seseorang akan berespon terhadap pesan yang diterima baik secara langsung maupun tidak langsung, verbal maupun non-verbal.
5.         Pesan yang diterima tidak selalu diasumsikan sama antara penerima dan pengirim.
6.         Pertukaran informasi dibutuhkan ilmu pengetahuan.
7.         Pesan yang dikirim dan diterima dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, keyakinan dan budaya.
8.         Komunikasi dipengaruhi oleh perasaan diri sendiri, subyek yang dikomunikasikan dan orang lain.
9.         Posisi seseorang di dalam sistem sosiokultural dapat mempengaruhi proses komunikasi.
2.3.7 Bentuk Komunikasi
Bentuk komunikasi menurut Damaiyanti (2008), bentuk komunikasi di bedakan :
1.      Komunikasi verbal
Komunikasi verbal mempunyai karakteristik jelas dan ringkas. Perbendaharaan kata mudah dimengerti, mempunyai arti denotatif dan konotatif, intonasi mampu mempengaruhi isi pesan, kecepatan bicara yang memiliki tempo dan jeda yang tepat, serta disertai unsur humor.
2.      Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal mempunyai dampak yang lebih besar daripada komunikasi verbal. Stuart dan Sundeen dalam Suryani (2006) mengatakan bahwa sekitar 7% pemahaman dapat ditimbulkan karena kata-kata, sekitar 30% karena bahasa paralinguistik dan 55% karena bahasa tubuh. Komunikasi non verbal dapat disampaikan melalui beberapa cara, yaitu penampilan fisik, sikap tubuh dan cara berjalan, ekspresi wajah, dan sentuhan.



 2.3.8 Metode Komunikasi
          Metode komunikasi menurut Mundakir (2006) :
1.      Komunikasi Informatif
 adalah metode komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi secara umum. Sifat metode ini adalah memberikan keterangan atau pemberitahun yang bersifat informatif, stimulatif, dan edukatif. Informatif bila suatu pesan yang disampaikan merupakan sesuatu yang baru bagi penerima pesan. Stimulatif bila komunikasi dapat memberikan semangat atau motivasi bagi penerima pesan untuk melakukan sesuatu atau merubah keadaan. Bersifat edukatif bila komunikasi yang dilaksanakan memberikan pengetahuan dan pengalaman baru bagi penerima pesan.
2.      Komunikasi Persuasif
adalah metode komunikasi yang bersifat membujuk secara halus agar komunikasi atau sasaran menjadi yakin dan mau mengikuti apa yang diinginkan oleh komunikator. Metode ini umumnya dilakukan dalam bentuk ajakan dengan cara memberi alasan-alasan yang rasional, menjanjikan dan meyakinkan bagi orang yang mendengarnya. Keuntungan dari metode ini adalah komunikan diberi kebebasan untuk penilaian tentang apa yang disampaikan oleh komunikator sehingga dapat membuat keputusan sikap, apakah setuju dan mengikuti ajakan yang disampaikan oleh komunikator atau sebaliknya. Kelemahan dari metode ini adalah membutukan waktu yang relatif panjang untuk dapat mempengaruhi komunikan sehingga perlu kesabaran dan kegigihan dari komunikator dalam menyampaikan informasi.
3.      Komunikasi Instruktif atau Koersif
adalah metode komunikasi yang berupa perintah untuk melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan. Komunikasi ini biasanya terjadi antara pimpinan dan anak buah, bos dengan karyawan, pihak yang kuat dengan yang lemah, antara dokter atau perawat dengan pasien. Metode komunikasi instruktif ini umumnya terjadi searah. Keuntungan dari metode ini adalah berorientasi pada tujuan dan hasil sesuai dengan yang diinginkan, sedangkan kelemahan dari metode ini adalah sifat otoriter dari pemberi pesan.
2.5    Remaja
2.5.1   Pengertian
Remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang di awali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi (Yusuf, 2006).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

2.5.2 Pembagian remaja
         Menurut Nancy Pardede (2002), masa remaja dibedakan :
1.      Masa remaja awal (usia 10-14 tahun)
Masa remaja awal ditandai oleh pertumbuhan yang cepat dan perkembangan karakteristik seks sekunder. Remaja muda sering terpaku pada perubahan fisik yang berlansung pada tubuh mereka. Karena perubahan fisik yang cepat, kesan tubuh, konsep pribadi dan harga diri berfluktasi secara dramatis. Kekhawatiran tentang bagaimana pertumbuhan dan perkembangan mereka menyimpang dari teman-teman mereka dapat merupakan masalah yang besar. Ketika remaja muda telah independent dan ikatan keluarga merenggang, kesetiaan bergeser dari orang tua kepada teman sebaya menjadi jauh lebih penting.
2.      Masa remaja usia menengah (usia 15-16 tahun)
Selama masa remaja menengah bersamaan dengan berkurangnya pertumbuhan yang cepat yang terjadi pada masa remaja awal. Remaja mulai memisahkan diri dan merasa lebih nyaman dengan tubuh mereka yang baru. Emosi yang kuat dan perubahan suasana hati yang cepat adalah khas. Secara kognitif ketika remaja berubah dari berfikir abstrak dengan kekuatan mental yang baru menimbulkan suatu perasaan bahwa dunia dapat dirubah hanya dengan memikirkannya saja. Teman sebaya merupakan standart dalam hal identifikasi perilaku, aktivitas dan mode pakaian dan memberikan dukungan emosional, keintiman, empati serta membagi rasa bersalah dan kecemasan selama perjuangan untuk mendapatkan otonomi.
3.      Masa remaja akhir (usia 17-20 tahun)
Masa remaja akhir mulai kurang mementingkan diri sendiri dan mulai lebih mempertahankan orang lain. Hubungan sosial bergeser dari kelompok teman sebaya kearah hubungan individual. Kencan menjadi lebih intim. Remaja yang lebih tua menjadi lebih independent dari keluarga. Kemampuan berfikir lebih realistik dalam hal rencana masa depan, tindakan dan karakter. Secara moral remaja yang lebih tua mempunyai konsep yang sangat baku dalam benar dan salah. Masa remaja akhir merupakan periode idealisme.
2.5.2    Ciri-Ciri Remaja
 Menurut Papila dan Olds (2001), ciri-ciri remaja ssebagai berikut :
1.      Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2.      Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3.      Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4.      Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5.      Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
2.6    Kenakalan Remaja
2.6.1 Pengertian
Menurut Kartono (2006) kenakalan remaja disebut juga Juvenile deliquency yang artinya perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Juvenile berasal dari bahasa latin juvenelis yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada anak muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Deliquent berasal dari bahasa latin deliquere yang berarti terabaikan, mengabaikan; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain. Sedangkan deliquency itu selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun.
Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga jelas memainkan peranan paling besar dalam membentuk kepribadian remaja delinkuen. Misalnya, rumah tangga yang berantakan disababkan oleh kematian ayah atau ibu, perceraian diantara bapak dan ibu, hidup  terpisah, poligami, keluarga yang diliputi konflik keras, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja, sebabnya antara lain :
1.      Anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri.
2.    Kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak remaja menjadi tidak terpenuhi. Keinginan dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
3.    Anak-anak tidak pernah mendapat latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila. Meraka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik.
Sebagai akibat ketiga bentuk pengabaian diatas, anak menjadi bingung, risau, sedih, malu, sering diliputi perasaan dendam, benci sehingga anak menjadi kacau dan liar. Di kemudian hari mereka mencari kompensasi bagi kerisauan batin sendiri diluar lingkungan keluarga,yaitu menjadi anggota dari suatu gang kriminal, lalu melakukan banyak perbuatan brandalan atau kriminal. Fakta menunjukkan bahwa tingkah-laku delinkuen tidak hanya terbatas pada strata sosial bawah dan strata ekonomi rendah saja, akan tetapi juga muncul pada semua kelas, khususnya di kalangan keluarga berantakan.
Pada dasarnya kenakalan remaja merupakan suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat, dapat juga dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah suatu bentuk perilaku yang menyimpang. Perilaku yang menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial, dan perilaku menyimpang tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melaikan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosial. Ketidakberhasilan belajar sosial atau kesalahan dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat bermanifestasi dalam beberapa hal (Notok, 2007).
2.6.2   Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang
1.      Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggui keamanan lalu-lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.
2.      Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketenteraman lingkungan sekitar.
3.      Perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.
4.      Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kejahatan dan tindak asusila.
5.      Kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korban, mencekik, meracun, tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya.
6.      Berpesta-pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan sek bebas, atau orgi (mabuk-mabukan hemat dan menimbulkan keadaan yang kacau balau) yang mengganggu lingkungan.
7.      Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menuntut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita dan lain-lain.
8.      Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius, drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan.
9.      Tindak tindak immoral seksual secara terang-terangan, tanpa tendeng aling-aling, tanpa rasa malu dengan cara yang kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali (promiscuity) yang didorong oleh hiperseksualitas, Geltungsrieb (dorongan menuntut hak) dan usaha-usaha kompensasi lainnya yang kriminal sifatnya.
10.  Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada anak remaja disertai tindakan sadistis.
11.  Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga mengakibatkan ekses dan kriminalitas.
12.  Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinkuen, dan pembunuhan bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin.
13.  Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.
14.  Perbuatan a-sosial dan anti-sosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik, psikotik, neurotik dan menderita gangguan-gangguan jiwa lainnya.
15.  Tindak kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur (encephalitis lethargical), dan ledakan meningitis serta post-encephalitics, juga luka di kepala dengan kerusakan pada otak adakalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol-diri
16.  Penyimpangan tingkah-laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya organ-organ yang inferior.










2.7    Kerangka Konseptual
            Kerangka konseptual ini adalah penelitian Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Cara Komunikasi Dalam Mencegah Kenakalan Remaja Usia 12-18 Tahun di RW 1 Desa Padas Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
Gambar 1 : Kerangka Konseptual Penelitian
Faktor internal          
- Umur              - Pendidikan      - Pekerjaan
Faktor eksternal
- Lingkungan    - Informasi

Tingkat pengetahuan tentang :
1.       Pengertian komunikasi
2.       Cara komunikasi   informatif
3.       Cara komunikasi persuasif
4.       Cara komunikasi instruktif/koersif
Orang Tua Pengetahuan
C1 (tahu)         C2 (paham)

 


 
C3 (aplikasi)   C4 (analisis)   C5 (sintesis)   C6 (evaluasi)

Pengetahuan:                    - Baik                                 - Cukup                                - Kurang baik                        - Tidak
 





Keterangan :
                           : Diteliti          
                           :  Tidak diteliti
Kenakalan Remaja
 





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1  Desain Penelitian
                   Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa urgen yang terjadi pada masa kini secara sistemik dan lebih menekankan pada data faktual dari pada penyimpulan (Nursalam, 2003).
3.2  Kerangka Kerja
            Kerangka kerja ini dibuat untuk memperjelas titik penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu bagaimana tingkat pengetahuan orang tua tentang cara komunikasi dalam mencegah kenakalan remaja 12-18 tahun di RW 1 Desa Padas Kec. Padas Kab. Ngawi.






Populasi
Orang tua yang memiliki anak remaja usia 12-18 tahun di RW 1 Desa Padas Kec. Padas Kec. Padas sebanyak 36 Orang.
Gambar 2 : Kerangka Kerja Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Cara        Komunikasi Dalam Mencegah Kenakalan Remaja.
                                                                            
Sampling
Purposive sampling.
Kesimpulan
Pengetahuan
·         Baik
·         Cukup
·         Kurang
·         Tidak Baik
Pengumpulan Data
Quesioner.
Desain Penelitian
Deskriptif.

Analisa Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating, Analisa Prosentase

Sampel
Sebanyak 33 responden
 















3.3  Populasi, Sampel, dan Sampling
3.3.1  Populasi
            Populasi adalah wilayang generalisai yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian diterik kesimpulanya (Sugiyono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki remaja 12-18 tahun yang bertempat tinggal di RW 1 Desa Padas Kec. Padas Kab. Ngawi sebanyak 36 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2003). Sampel yan diambil dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki remaja 12-18 tahun yang bertempat tinggal di RW 1 Desa Padas Kec. Padas Kab. Ngawi sebanyak 33 responden berdasar rumus Salvin dan Nursalam (2003):
n =  
Keterangan :
N : Jumlah populasi
n : Ukuran Sampel
d : Tingkat signifikan (0,05)
1. Kriteria penelitian
              Dalam penelitian ini kriteria sampel adalah :
a.       Orang tua yang diwakili ibu dan memiliki remaja 12-18 tahun di RW 1 Desa Padas Kec. Padas Kabupaten Ngawi.
b.      Bersedia menjadi responden.
c.       Sehat jasmani dan rohani.
d.      Bisa membaca dan menulis.
3.3.3  Sampling
Sampling adalah suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada (Alimul Aziz, 2007). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti. Pada penelitian ini penulis menggunakan purposive sampling karena dari 36 populasi hanya diambil 33 responden yang mewakili karateristik dan memenuhi kriteria sampel.
3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Identifikasi variabel
Variabel penelitian adalah suatu ukuran dari ciri yang dimiliki suatu kelompok tersebut. Dalam riset, variabel di karakteristik sebagai derajat, jumlah dan perbedaan. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level dari abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2003). Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel independent atau bebas, yang menjadi variabel adalah tingkat pengetahuan orang tua tentang cara komunikasi keluarga dalam mencegah kenakalan remaja.
3.4.2 Definisi Operasional
Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamatsi, memungkinkan peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Alimul Aziz, 2007).
Tabel 1 : Definisi Operasional Penelitian
Variabel
Definisi Operasional
Parameter
Instrumen
Skala
Kriteria/Skor
Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Cara Komunikasi Keluarga Dalam mencegah Kenakalan Remaja
Segala sesuatu yang diketahui dan dipahami oleh orang tua tentang cara komunikasi keluarga dalam mencegah kenakalan remaja
Orang tua tahu dan paham tentang :
1. Pengertian komunikasi
2. Cara komunikasi informatif
3. Cara komunikasi persuasif
4.Cara komunikasi  Instruktif/koersif
Quesioner
Ordinal
1 : Benar
0 : Salah
Teknik Penilaian:
76-100%: Baik
56-75%  : Cukup
40-55%  : Kurang
< 40%    : Tidak Baik




3.5 Pengumpulan Data dan Analisa Data
3.5.1 Pengumpulan Data
1. Proses Pengumpulan Data
  Didalam pengumpulan data pada penelitian ini digunakan alat berupa angket atau kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dari responden.
Jenis kuesioner yang digunakan adalah tertutup yaitu suatu cara pengumpulan data terhadap suatu masalah dengan cara mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis dimana responden tinggal memilih jawaban yang tersedia (Arikunto, 2007).
2. Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menyebar angket sebanyak 33 angket yang ditunggui oleh peneliti dan dalam proses pengisian angket dilakukan sendiri oleh responden, sehingga keseluruhan angket dapat diisi dan dikembalikan oleh responden.
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Jenis instrumen yang digunakan adalah angket atau kuesioner tertutup dimana responden tinggal memilih jawaban yang disediakan (Arikunto, 2007).
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini di RW 1 Desa Padas Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi yang akan dilaksanakan pada bulan mei sampai dengan juni 2009.
3.5.2 Analisa Data
Setelah data terkumpul kemudian ditabulasikan dan dikelompokan sesuai dengan variabel yang diteliti. Jawaban seluruh responden dari jumlah jawaban yang diharapkan kemudian dikalikan 100%, dan hasilnya berupa persen. Selain itu skor 1 untuk jawaban yang benar, dan jawaban yang salah diberi skor 0. Hasil jawaban responden dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor tertinggi kemudian dikalikan.
N =  × 100%                                  
Keterangan :
N                : Prosentase skor.
Sp               : Skor yang didapat.
Sm              : Skor maksimal.
Kemudian hasil prosentase diinterprestasikan dengan menggunakan skala:
76-100%    : Baik
56-75%      : Cukup Baik
40-55%      : Kurang Baik
<40%         : Tidak Baik
Kemudian hasil analisa data dapat diketahui Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Cara Komunikasi Keluarga Dalam mencegah Kenakalan Remaja, apakah baik, cukup, kurang baik, atau tidak baik (Arikunto, 2003).
Setelah data terkumpul melalui kuesioner kemudian ditabulasikan dan dikelompokkan sesuai dengan sub variabel dan hasilnya berupa prosentase dengan menggunakan rumus :
N
P =    X 100                   
Keterangan :
P                                    : Prosentase
                   : Frekuensi jawaban
N                        : Jumlah responden
Adapun hasil prosentase dari tiap variabel di interprestasikan dengan menggunakan skala kualitatif sebagai berikut :
100%                 : Seluruhnya
76-99%              : Hampir seluruhnya
50-75%              : Sebagian Besar
50%                   : Setengahnya
25-49%              : Hampir setengahnya
1%-24%             : Sebagian kecil
0%                     : Tidak satupun
3.6  Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti dapat rekomendasi dari Direktur Akper Ngawi, Ketua RW 1 Desa Padas, dan izin pelaksana dari Desa Padas.
3.6.1 Lembar persetujuan
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak yang terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika subyek penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. Namun jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memakai dan tetap menghormati haknya.
3.6.2 Tanpa Nama
Partisipan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar responden. Tujuannya untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subyek, kuesioner hanya akan diberi nomor urut responden.
3.6.3 Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi atau data yuang dapat dijamin oleh peneliti dan hanya dipublikasikan dalam bentuk laporan (skripsi) dalam rangka memenuhi tugas akhir pada program D III Perawat Pendidikan Ngawi.
3.7  Keterbatasan
Dalam penelitian ini keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah
1.      Sampel yang diambil terbatas diwilayah RW 1 Desa Padas Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi sebanyak 33 orang.
2.      Peneliti baru pertama kali melakukan penelitian sehingga belum bisa mengaplikasikan teori secara menyeluruh dan hasil yang didapatkan masih sebatas kemapuan peneliti.
3.      Waktu yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas sehingga didapatkan hasil yang belum optimal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar